Brownies Amanda
Kesuksesan brownies kukus Amanda ini mengagumkan. Bayangkan, dalam satu hari, lebih dari 1.000 loyang kue habis diserbu pembeli. Siapa menyangka, kue lezat ini merupakan hasil kreasi seorang ibu rumah tangga yang memodifikasi resep kue bolu kukus.
Berawal dari ketidakpuasan mencoba resep bolu kukus dari seorang adiknya, Hj. Sumiwiludjeng (67), pada akhir 1999, mulai mengutak-utik resep itu untuk mendapatkan rasa yang lebih enak. Bagi indra pengecap Sumi, lulusan Tata Boga IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta), rasa bolu cokelat itu kurang nendang’.
Memasak memang bukan sekadar hobi bagi Sumi. Istri pensiunan pegawai PT Pos Indonesia ini sejak dulu memanfaatkan kepandaiannya memasak untuk menambah pemasukan keluarga, H. Sjukur Bc.AP (69). Sumi, dibantu putra sulungnya, Joko Ervianto (41), menerima pesanan kue dan makanan untuk arisan hingga pesta perkawinan. Namun, usaha ini masih bersifat industri rumahan.
“Ketika akhirnya menemukan formula yang pas untuk bolu kukus cokelat itu, katering kami mulai menawarkan kue itu kepada pelanggan,” tutur Atin Djukarniatin (41), istri Joko, yang ikut serta membesarkan toko kue ini.
Menurut Atin, ketika ditawarkan kepada konsumen kateringnya, kue cokelat itu langsung jadi favorit. Rupanya, tekstur lembut dan paduan rasa cokelat yang mantap, membuat kue ini gampang disukai. “Banyak orang yang kemudian mulai memesan kue, yang dulu hanya disebut kue bolu cokelat saja,” tutur Atin. Joko, yang melihat potensi pasar kue itu, mengeluarkan kue tersebut dari daftar salah satu menu dalam katering, menjadi produk yang berdiri sendiri. “Akhirnya, agar lebih dikenal orang, kami mencari nama jenis kue yang baru ini. Lalu, tercetuslah nama brownies kukus,” ujar Atin.
Mengapa brownies kukus? Menurut Atin, karena tekstur kue dan warnanya yang cokelat pekat ini mirip tekstur kue brownies. Selain itu, nama brownies kukus lebih mengena di telinga calon konsumen sehingga mereka penasaran mencicipinya.
Setelah mendapatkan nama brownies kukus, awal tahun 2000 Joko dan Atin membuka sebuah kios kaki lima di kompleks pertokoan Metro, Margahayu, Bandung, untuk menjualnya. Meski disukai konsumen katering, ketika pertama kali ‘dijual bebas’, brownies kukus itu kurang menarik minat pembeli.”Orang yang lewat memang menoleh dan penasaran dengan nama brownies kukus, namun tidak banyak yang membelinya,” ujar Atin.
Kuenya bertekstur lembut karena dibuat secara kukus, teksturnya lebih lembut daripada yang di panggang (oven). Pasaran kue tersebut disengaja menyasar berbagai kalangan usia. Responnya sangat mengejutkan karena memang lebih enak dan empuk. Saat itu, enam karyawan di dapur rumah yang hanya berukuran 3x6 meter. Darisana pula bisnis tersebut semakin besar karena antrian pembeli yang semakin panjang. Pada tahun 2002 -an, empat anaknya memiliki ide menyewa tempat yang merupakan bekas warung.
Tempat tersebut memiliki ukuran lebih luas yakni 5x6 cm serta dekat rumah. Di tempat baru, antrean itu tetap memanjang semakin panjang, saking panjangnya sampai menghambat laju angkot di depan rumah mereka. Setiap hari ada 500 kardus terjual laris, ini pula yang mebulatkan tekat Bu Sum membangun cabang di pusat kota Bandung. Ia bermaksud memecah antrian para pembeli agar tidak menumpuk di satu tempat. Sejak itu bisnisnya menjadi semakin besar padahal hanyalah bisnis coba- coba.
Dengan produk berkualitas tinggi memberikan pengalaman terbaik yang tek terlupakan, Amanda akan terus mengibarkan sayapnya dan menjadi Makanan Khas Nusantara dari Indonesia untuk Dunia.
Baca juga : Beritaseoku.net
0 comments:
Post a Comment